Sumsel – Lahat – Newslan-id – PT. Pertamina (Persero) memang secara rutin telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) termasuk dalam biaya pendistribusian elpiji.
Hasil temuan uji petik di wilayah pemasaran atau Marketing Operation Region (MOR) l hingga VII oleh BPK RI tahun 2019 Penyaluran LPG Subsidi tidak dapat dipertanggungjawabkan Pertamina Rp14 Miliar. Penyaluran LPG subsidi 3 Kg tidak tertib sehingga sebanyak 2.156.151 Kg dengan nilai Rp14 miliar lebih tidak dapat dipertanggungjawabkan Pertamina melalui sub penyalur (pangkalan).
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya Sanderson Syafe’i ST. SH, mengatakan hal tersebut akan jauh lebih besar lagi jika semua pangkalan dilakukan audit penyaluran.
Sanderson menambahkan, Sub penyalur banyak tidak melakukan pencatatan penjualan dalam log book atas realisasi penyalurannya. Beberapa sub penyalur tidak membuat log book secara tertib. Realisasi penjualan yang tidak didukung pencatatan log book adalah tentunya akan sangat berpengaruh pada pertanggungjawaban.
Kemudian sub penyalur mengisi log book tidak sesuai kondisi riil sehingga penjualan banyak yang tidak dapat ditelusuri, lanjut Sanderson, Senin (21/02).
Dugaan potensi kecurangan lainnya, log book memuat identitas konsumen tidak jelas, tidak ada paraf konsumen, log book diparaf sendiri oleh sub penyalur dan kategori konsumen tidak jelas. Hal tersebut membuat penjualan LPG Tabung 3 Kg oleh pangkalan tidak dapat ditelusuri dengan realisasinya
Selanjutnya, penerimaan LPG 3 Kg di laporan bulanan agen dan log book pengkalan melaporkan realisasi penyaluran lebih kecil daripada penerimaan agen, diketahui terdapat perbedaan penyaluran oleh pangkalan antara log book pangkalan dengan laporan bulanan agen, ungkap Sanderson.
Dugaan penyaluran pangkalan pada log book lebih kecil dari pada penyaluran pada laporan bulanan agen, sehingga realisasi perbedaan penyaluran yang tidak dapat ditelusuri ke konsumen penggunanya sangat besar, wajar jika saat uji petik banyak temuan.
Kondisi ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG, Keputusan Menteri ESDM Nomor 0298.K/10/DJM.S/2018 tentang Penugasan PT. Pertamina Dalam Penyediaan dan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram, jelas Sanderson.
Ketua YLKI Lahat, permasalahan tersebut disebabkan salah satunya karena Pertamina kurang optimal dalam melakukan pembinaan dan pengawasan administrasi penyaluran LPG 3 Kg, dimana dalam Audit BPK yang selalu direkomendasikan adalah Agen-agen yang berkinerja baik secara administrasi saja.
Seperti contoh di Kabupaten Lahat MOR II Sumbagsel setiap kali audit yang diajukan adalah PT. Rejeki Raya (sudah 2 kali). Seharusnya lima agen lain ini yang sangat perlu diaudit, dimana diragukan mulai dari SOP yang menjadi syarat utama, keberadaan gudang, stok tabung, kendaraan operasional dan ada agen telah jelas mendapatkan SP 2 dari pihak Pertamina atas ditemukannya kecurangan yang merugikan negara beberapa waktu lalu, namun tak tersentuh, tegas Sanderson.
Hal tersebut menguatkan dugaan PT. Pertamina khususnya MOR II, mungkin juga terjadi di MOR lainnya tidak ingin boroknya terpublikasi ke masyarakat atas lemahnya pengawasan dan tidak menjalankan penugasan sebagai penyedia dan pendistribusian atas amanah UU makanya cari yang aman saja dengan “lip service” yang diaudit, pungkas Sanderson.
Terkait dugaan ini, awak media meminta konfirmasi kepada GM Pertamina MOR II SUMBAGSEL, Rachmad Suhud melalui Sales Area Manager Sumsel/Babel Pertamina MOR II, Sadli Ario Priambodo dan Unit Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Marketing Operation Region (MOR) II, Umar Ibnu Hasan, serta Sales Branch Manager (SBM) Rayon IV Sumsel Babel, Ahad Jabbar Syaifullah, hingga berita ini ditayangkan, belum ada penjelasan dari Pertamina. (Ujang)