Semarang – Newslan.id – Anak Tidak Sekolah (ATS) kini tengah menjadi sorotan berbagai pihak menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang akan berlangsung pada pertengahan Juni 2023 mendatang.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah telah menyiapkan kuota khusus bagi anak tidak sekolah untuk mengikuti PPDB melalui jalur afirmasi.
Pemprov Jateng menargetkan sebanyak 6.399 anak tidak sekolah akan kembali mengenyam pendidikan sebagaimana haknya lewat satuan pendidikan, yakni sekolah.
Data tersebut diperoleh melalui Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Sebagai informasi, terdapat 17 Kabupaten di Jateng yang masuk dalam kategori penanganan kemiskinan ektrem.
Kepala Bidang Pembinaan SMA Disdikbud Jateng Syamsudin Isnaini mengungkapkan, kuota khusus untuk ATS ini menjadi pengganti jalur afirmasi tahun lalu bagi putra-putri dari tenaga kesehatan saat pandemi Covid-19. Kuota tersebut sebesar 3 persen dari daya tampung yang tersedia.
“Sebagai perbedaan PPDB tahun lalu, karena pandemi juga sudah landai, jadi alokasi untuk anak nakes kita alihkan bagi anak tidak sekolah. Dari daya tampung, 6.399 anak ini menjadi prioritas mengisi alokasi tersebut yang nanti datanya akan kita masukan ke database sistem PPDB,” kata Syamsudin,
Syamsudin menyatakan sebanyak 16.910 anak yang tercatat ATS tergolong anak pada jenjang dasar dan jenjang menengah. Pihaknya mengaku akan mengutamakan anak dengan usia 15 hingga 18 tahun.
“Saat ini yang masuk kewenangan kami usia 15-18 tahun yang memungkinkan masuk SMA/SMK ada sebanyak 6.399 anak dari 16.910 data ATS yang kami garap,” kata Syamsudin.
Syamsudin menganggap, program ATS ini menjadi perhatian khusus bagi Pemprov Jateng. Pasalnya, hal tersebut menjadi salah satu upaya pengentasan kemiskinan yang tak kunjung usai di provinsi ini.
Pihak Disdikbud Jateng turut menggandeng Dinas Sosial Jateng, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng, serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Kebijakan tersebut mereka upayakan karena saat ini masih posisi kebijakan dengan zero pungutan, SMA/SMK gratis.
“Sehingga ini memungkinkan mereka yang sempat putus sekolah untuk kembali merasakan bangku sekolah,” kata Syamsudin. (Khrisna)