Sanderson : DJK ESDM Kurang Peka Potensi Pajak PKP “Bangsang” Penunjang Ketenagalistrikan, Diduga Rugikan Negara

 

Newslan.id Lahat. Pemerintah diduga kehilangan potensi penerimaan pajak dari sektor usaha penunjang Ketenagalistrikan klasifikasi pembangunan dan pemasangan instalasi listrik (BANGSANG), sejak diberlakukannya Nomor Identitas Instalasi Tenaga Listrik (NIDI) sebagai salah satu syarat dikeluarkannya Sertifikat Laik Operasi (SLO) oleh Kementerian ESDM.

“Potensi penerimaan pajak yang hilang ini dihitung dari jumlah pasang baru tahun 2021 berdasarkan data statistik PLN 3.543.947, untuk tahun 2022 ini dapat diperkirakan naik 4,5% menjadi 3.703.425 pelanggan baru listrik PLN,” ujar Ketua YLKI Lahat Raya yang juga Penggiat Ketenagalistrikan kepada awak media, Selasa (22/11).

Kewajiban memiliki NIDI dilakukan demi menjaga keselamatan ketenagalistrikan, karena penerbitan NIDI memerlukan laporan pekerjaan pembangunan dan pemasangan dari badan usaha yang telah memiliki Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL), tambahnya.

Selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP) perusahaan Bangsang setiap bulan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN, termasuk Pajak Masukan yaitu PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, mau pun membuat produknya dan Pajak Keluaran yaitu PPN yang dipungut ketika PKP, tegas Sanderson.

Sanderson menambahkan bukan rahasia umum instalasi listrik dikerjakan oleh tukang bangunan atau tukang listrik yang tidak bersertifikat kompetensi yang tidak memenuhi standar keselamatan ketenagalistrikan, terkesan untuk menghindari dari kewajiban PKP.

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) terkesan tutup mata, seharusnya menghapus layanan supervisi tidak seterusnya diberlakukan hingga saat ini, sebagian besar Bangsang menggunakan layanan supervisi ini, terkesan badan usaha tidak pernah memasang instalasi hanya mengambil uang jasa ke calon pelanggan atau konsumen.

Info yang dihimpun awak media bahwa rata-rata perhari 20 ribu pengajuan layanan pasang baru (PB) listrik dan itulah yang dijadikan alibi DJK kurang maksimalnya pengawasan terhadap penerapan regulasi.

Baca Juga :   Oyang Pengusaha Dan Petani Yang Konsisten

Jikapun ada supervisi tentunya ada catatan yang direkomendasikan kontraktor listrik berizin untuk dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap temuan dilapangan, namun faktanya hanya foto-foto yang pada akhirnya merugikan konsumen sudah membayar uang sesuai ketentuan tapi tidak dapat jaminan penuh atas Keselamatan Ketenagalistrikan yang diamanahkan UU, papar Sanderson yang memiliki sertifikat kompetensi Ketenagalistrikanlistrik.

Jika kita ambil rata-rata pelanggan memasang daya 1.300 VA dengan biaya Supervisi Rp. 130.000,- berdasarkan kesepakatan 9 asosiasi kontraktor listrik, jadi PPN Rp. 14.300,- x 3.703.425 pasang baru, totalnya kerugian negara mencapai Rp. 52.958.977.500,-, pungkas Sanderson.

Sementara Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Dr. Ir. Dadan Kusdiana, M. Sc saat diminta tanggapannya lewat pesan singkat WA melalui
Koordinator
Usaha Penunjang Ketenagalistrikan, Muhadi, ST. MT, hingga berita ini diterbitkan hanya dibaca.

Terpisah Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Ir. Jisman Hutajulu, MM selaku Kepala PPNS Ketenagalistrikan atau dikenal Polisi Listrik saat diminta tanggapannya melalui Inspektur Madya Elif Doka Marliska, hanya dibaca juga.
( Deri P)

Mau Pesan Bus ? Klik Disini