PEMERINTAH MASIH MENGABAIKAN ANGKUTAN JALAN PERINTIS

Newslan.id Semarang. Pemerintah melarang jika ada angkutan umum yang tidak laik jalan tetap beroperasi, namun membiarkan Angkutan Jalan Perintis yang tidak laik jalan tetap operasi. Perhatian Pemerintah terhadap Angkutan Jalan Perintis masih jauh dari harapan. Hampir 100 persen armada Angkutan Jalan Perintis yang beroperasi sudah tidak laik jalan. Bagi Dishub di daerah dilematis, jika uji kendaraan bermotor dinyatakan tidak laik jalan, sementara armada pengganti belum ada, warga di daerah pelosok yang membutuhkan tidak akan terlayani. Sebaliknya, jika dinyatakan laik jalan, keselamatan dan kelestarian lingkungan diabaikan, apalagi kenyamanan sangat jauh dari harapan. Maka dari itu, perlu ada PMN (penyertaan modal negara) untuk pengadaan armada baru.

Angkutan jalan perintis diatur dalam PM Perhubungan Nomor 73 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Subsidi Angklutan Jalan Perintis. Persebaran jumlah penduduk yang tidak merata menyebabkan adanya beberapa daerah yang terisolir dari daerah lainnya. Kondisi tersebut membutuhkan Angkutan dan aksesibilitas untuk dapat menjangkau daerah-daerah lain guna menunjang aktivitas dan mobilitas masyarakat setempat sehingga dapat memacu perkembangan perekonomian daerah terpencil yang lebih maju. Pemberian Subsidi Angkutan Jalan Perintis merupakan perwujudan kehadiran Pemerintah terhadap konektivitas wilayah terisolir dengan memberikan pelayanan Angkutan Umum yang terjangkau (Direktur Angkutan Jalan, 2024).

Trayek Angkutan Jalan Perintis yang telah ditetapkan berlaku paling lama lima tahun dan dilakukan evaluasi setiap satu tahun sekali oleh Direktur Jenderal. Evaluasi terhadap Trayek Angkutan Jalan Perintis meliputi rute trayek; jarak trayek; faktor muat pada masing-masing trayek; jumlah kendaraan; jumlah frekuensi perjalanan; kondisi prasarana jalan yang dilalui; kondisi pelayanan angkutan pada trayek tersebut; dampak sosial ekonomi pada rute trayek yang dilalui; kondisi kendaraan; kesesuaian jadwal; dan tingkat keselamatan.

Pelaksanaan angkutan jalan perintis tahun 2024 sebanyak 318 trayek dilaksanakan di 35 provinsi (kecuali Prov. Daerah Khusus Jakarta, Prov. DI Yogyakarta dan Prov. Papua Pegunungan). Saat ini, sebagian besar armada bus perintis sudah berusia tua dan tidak laik jalan. Rata-rata pengadaan bus tahun 2016, bahkan masih ada tahun 2012 masih dioperasikan, karena belum ada armada pengganti.

Hal itu semestinya harus segera diganti dengan kendaraan baru. Sebelumnya untuk mengoperasikan angkutan jalan perintis, armadanya diberikan oleh pemerintah. Sekarang tidak ada pembelian lagi. Namun, PMN (penyertaan modal negara) sudah berkali-kali diusulkan oleh Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara), tetapi belum disetujui oleh pemerintah dan DPR tahun lalu dicoret lagi.

Di satu sisi kendaraan yang ada sudah tidak laik jalan, sedangkan di sisi lain warga di daerah pelosok membutuhkan, dilematis. Damri itu sampai sekarang belum pernah mendapatkan PMN.

Di sisi lain, regulasi mengenai angkutan jalan perintis itu sendiri juga dapat membebani Perum DAMRI. Sebagai contoh, subsidi diberikan untuk angkutan jalan perintis dengan hitungan tingkat keterisian 70 persn saja. Artinya, Perum. DAMRI harus menanggung biaya operasional sebesar 30 persen. Padahal dalam kenyataan di lapangan, terutama untuk daerah-daerah 3TP (teringgal, terdepan, terluar dan perbatasan), tingkat keterisiannya tidak mencapai 30 persen. Perum DAMRI harus menutup biaya operasional yang tidak dapat ditutup dari pendapatan tiket.

Jelas, hal itu memberatkan bagi Perum. Damri lantaran penumpangnya bukan kelompok masyarakat mampu. Akhirnya hal itu berdampak pada pengeluaran yang harus ditanggung masyarakat. Untuk daerah seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, semestinya kebijakan itu tidak diterapkan.

Angkutan Jalan Perintis di perbatasan
Berdasarkan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, sudah membangun 15 Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan Tujuh Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan, yaitu PLBN Aruk, PLBN Entikong, PLBN Badau (Prov. Kalimantan Barat), PLBN Motaain, PLBN Wini, PLBN Motamasin (Prov. Nusa Tenggara Timur) dan PLBN Skow (Prov. Papua).

Sementara berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pambangunan 11 Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang Dikawasan Perbatasan, yaitu PLBN Serasan (Prov. Kepulauan Riau), PLBN Jago Babang (Prov. Kalimantan Barat), PLBN Sei Nyamuk, PLBN Labang, PLBN Long Nawan (Prov. Kalimantan Utara), PLBN Napan (Prov. Nusa Tenggara Timur), PLBN Sota dan PLBN Yatekun (Prov. Papua Selatan).

Layanan angkutan jalan perintis di perbatasan hanya terdapat di lintasan PLBN Aruk – Sambas, PLBN Skow – Jayapura dan PLBN Sota – Merauke. Angkutan jalan perintis melayani jalan nasional, dapat diberikan subsidi dua-tiga tahun, kemudian bisa mandiri, seperti rute PLBN (Pos Lintas Batas Negara) Aruk ke Sambas (Kalimantan Barat) karena ada permintaan di jalan sepanjang itu.

Serta membenahi angkutan umum di sekitar Kawasan PLBN. Gedung PLBN jauh lebih megah dibandingkan negara tetangga Malaysia. Namun layanan angkutan umum di Malaysia jauh lebih baik dibandingkan Indonesia. Jadi, setiap PLBN hendaknya harus diikuti layanan Angkutan Jalan Perintis, baik untuk kawasan sekitarnya maupun menuju ibukota kabupaten terdekat. Jika layanan angkutan jalan perintis melintas di jalan nasional dapat beralih mandiri. Sementara di kawasan perbatasan masih perlu mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Jalan rusak dan akses ke Kawasan Transmigrasi
Tantangan lain yang dihadapi Perum. DAMRI adalah infrastruktur jalan yang buruk saat menjalankan angkutan, baik karena rusak maupun jalan belum diaspal/dibeton. Armada Perum. DAMRI sudah biasa menyeberangi sungai tanpa jembatan. Padahal, ini jelas akan mempercepat kerusakan armada dan memerlukan pengemudi yang lebih banyak demi menjamin keselamatan transportasi

Masalah lainnya soal jalan rusak, dari data yang dia himpun Perum Damri (2021), ada 14 persen ruas total jaringan jalan yang dilalui Angkutan Jalan Perintis dalam kondisi rusak. Jalan terpanjang yang kondisinya rusak terdapat di Sulawesi Selatan. Kerusakan jalan ini tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahanan kendaraan.

Program Inpres Jalan Daerah (IJD) dilanjutkan untuk membantu mempelancar Angkutan Jalan Perintis. Sangat diperlukan koordinasi antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dalam menentukan tahapan perbaikan jalan dan jembatan rusak yang dilewati angkutan jalan perintis.

Berdasarkan data Perum Damri (2024), terdapat 34 trayek angkutan jalan perintis ke kawasan permukiman transmigrasi. Prov. Sulawesi Tenggara 1 trayek, Prov. Sumatera Utara 1 trayek, Prov. Gorontalo 3 trayek, Prov. Maluku 3 trayek, Prov. Papua Barat Daya 2 trayek, Prov. Papua 1 trayek, Prov. Papua Selatan 7 trayek, Prov. Maluku Utara 3 trayek, Prov. Sulawesi Barat 1 trayek, Prov. Kepulauan Riau 2 trayek, dan Prov. Jambi 9 trayek.

Semula ada 152 kawasan satuan pemukiman (SP) yang dikelola Kementerian Desa Teritinggal dan Transmigrasi. Sekarang terbentuk Kementerian Transmigrasi yang akan mengurus 45 kawasan transmigrasi yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2024-2029. Semua kawasan transmigrasi semestinya diberikan layanan Angkutan Jalan Perintis, supaya warga setiap hari dapat membawa hasil pertanian ke pasar di kota terdekat juga dimanfaatkan untuk angkut pelajar ke sekolah.

Perlu tambahan anggaran
Ada beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan untuk perbaikan program pemerintah kepada Perum Damri. Diantaranya skema penunjukan pada Perum Damri disesuaikan dari lelang menjadi penugasan penunjukan langsung dari Kementerian Perhubungan atau melalui mekanisme tender. Perum Damri sampai sekarang belum pernah mendapatkan PMN. Akhirnya bagaimana pelayanannya ke daerah-daerah tadi bisa maksimal dengan armada yang tidak laik jalan.

Kemudian, jangka waktu kontrak dari single year menjadi multiyears minimal lima tahun, sehingga Perum Damri mendapat kepastian soal investasi penyediaan armada. Perhitungan skema subdisi bukan berdasarkan tingkat keterisian (load factor), target ritase, dan lainnya, melainkan dapat diubah menjadi skema pembelian layanan (buy the service) menggunakan formula rupiah per kilometer dengan memperhatikan kondisi wilayah, infrastruktur, dan daya beli masyarakat.

Masalah anggaran Angkutan Jalan Perintis juga masih minim. Jika membandingkan PSO yang diberikan KRL Jabodetabek yang melayani warga di Kawasan Jabodetabek mendapat kucuran Rp 1,6 triliun per tahun. Sementara, subsidi yang diberikan 318 trayek angkutan jalan perintis se Indonesia hanya dianggarkan Rp 188 miliar per tahun.

Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat

Writer: Djoko Setijorwarno Editor: Redaksi
Mau Pesan Bus ? Klik Disini