Oleh: Daryanto (Bule)
Newslan.id Merangin. ” Piado Rimbo piado Bungo, piado Bungo piado dewo”
Artinya rimba tak lagi asri,Bunga tidak lagi berseri,Bunga tak lagi berseri Dewa tak lagi menghampiri.
Ya , keberadaan suku anak dalam di propinsi Jambi,Tentu menjadi satu identitas suku suku yang sejajar seperti suku Bajo,Samin, suku laut,suku Baduy,dan suku Asmat.
Suku anak dalam (SAD) merupakan salah satu suku asli Jambi ,yang mendiami lima kabupaten di propinsi jambi, Seperti keberadaan suku anak dalam yang hidupnya menyebar di sejumlah daerah,seperti di kabupaten Merangin,Sarolangun, Batanghari,Tebo dan muara Bungo.
Dan kehidupan mereka yang sebagain masih berpindah pindah (nomaden) dan ada juga yang sudah menetap di satu perkampungan, Namun ada sisi lain persoalan hukum yang menyelimuti sebagian kelompok SAD seperti di kabupaten Merangin,ada beberapa kelompok SAD yang belum tersentuh oleh hukum positif,sehingga ada satu aktivitas “penggadaian liar” yang banyak terjadi dan seperti “terlindungi”.
Dari catatan penulis Persoalan hukum terhadap SAD di kabupaten Merangin muncul ,khusunya di kecamatan Renah Pamenang dan Pamenang selatan setelah ada satu kasus pidana penipuan yang di lakukan oleh salah satu warga Pamenang selatan DD, Yang selama ini di kenal sebagai warga yang dekat dengan kelompok SAD dan menjadi orang kepercayaan untuk menjalankan bisnis pinjam uang dengan menjaminkan harta atau barang dengan sejumlah bunga, namun dalam perjalanannya DD dengan berani membuat sertifikat palsu dengan mengandalkan mesin fotocopy warna dan kemudian sertifikat palsu di gadaikan kepada warga Sad,dengan variasi pinjaman uang.
Kasus ini menyerupai fenomena gunung es, hanya kepundannya saja yang terlihat dari luar ,dan ternyata dari kasus sertifikat yang membawa banyak warga SAD menjadi korban kejahatan Dd , Sementara dari pengakuan yang di sampaikan saat audensi dengan pemkab Merangin mencapai milyaran dan sempat meminta solusi kerugian kepada pemerintah daerah , Di sisi lain kasus sertifikat palsu malah membuka tabir “masalah” lainnya di kelompok SAD itu sendiri.
Di satu pihak kelompok SAD yang jadi korban Dd,dari pemalsuan sertifikat yang merugikan beberapa kelompok warga SAD, Nah dari kasus hukum pertama yang jadi korbannya adalah para warga sad , sementara di sisi lain kelompok SAD malah menjadi penerima puluhan kendaraan rental di Merangin,Jambi dan propinsi lain dengan menerima “penggadaian liar” dengan bunga yang lumayan tinggi, dari dua peristiwa yang terjadi tentu saja menjadi dua sisi masalah yang berbeda.
Jika kejahatan yang di lakukan oleh Dd dengan menipu warga SAD, dengan menjaminkan sertifikat palsu membawa kerugian bagi warga SAD,tetapi bagi korban DD yang merentalkan mobilnya lalu mengadaikan ke Sad, sudah barang tentu sangat berdampak serta merugikan para korban.
Pasalnya bagi perental yang kendaraannya di sewa DD dan di gadaikan, maka kerugiannya makin besar sebab jika akan mengambil kendaraan yang di gadaikan DD di kelompok SAD ,Harus menebus sejumlah uang agar kendaraan miliknya bisa kembali, namun jika tidak mau membayar kepada SAD bisa saja kendaraan milik korban bakal di jual ke luar.
Dua persoalan hukum yang terjadi pada kelompok SAD, Memang sangat rumit di sisi lain Sad menjadi korban kejahatan DD, dan sudah di tangani polisi, Sementara korban lain yang menjadi korban DD atas banyaknya kendaraan rental yang di gadaikan ke warga SAD meskipun sudah banyak di adukan ke pihak berwajib, Dan barang buktinya sudah ada tetapi pada penegakan hukumnya selalu terbentur dengan ungkapan bahwa SAD susah di tindak
Padahal dalam konstitusi Indonesia,sudah sangat jelas di bunyikan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, Tetapi realita yang terjadi tidak berlaku bagi warga SAD, sangat berbeda jika warga sipil menerima penggadaian mobil rental yang tidak jelas,dan korban melapor sudah pasti orang sipil yang melakukan pasti di adili.
Di akui atau tidak korban mobil rental bukan hanya dari kalangan biasa saja, ada yang pengusaha , petani bahkan TNI polri, tetapi masihkan kita akan tinggal diam,melihat ketidak Adilan hukum di depan mata kita.
Semoga jadi perhatian bersama bahwa suku anak dalam di akui tapi juga terlindungi.
Yanto Bule adalah wartawan detail.id dan mantan pemerhati dari Kelompok Peduli Suku Anak Dalam (KOPSAD). Redaksi