Oleh: Diana Rizky
Newslan-id Jakarta. Demurrage (denda) impor 490 ribu ton beras Bulog yang sempat tertahan beberapa waktu di sejumlah pelabuhan, diyakini memicu kenaikan harga eceran tertinggi (HET).
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyatakan, kenaikan HET merupakan dampak dari tidak adanya koordinasi antara Bapanas dengan Bulog, perihal kebijakan impor beras.
“Selama ini koordinasi antar kementerian/lembaga (K/L) memang tidak bisa dikatakan baik, bahkan kalau mau lebih terbuka lagi, bisa kita katakan sangat masing-masing, hanya mengutamakan kebijakannya sendiri sehingga tidak ada koordinasi apalagi harmonisasi kebijakan,” ujar Piter kepada media ini saat dihubungi di Jakarta, Minggu (16/6/2024).
Padahal, kata dia, kebijakan impor beras seharusnya dapat menjaga stabilisasi harga. “Karena tidak sinkronnya kebijakan, (akhirnya) yang bayar ongkos itu adalah masyarakat,” ucap dia.
Ia pun menyinggung bagaimana seorang pemimpin di luar negeri yang telah membuat kesalahan, akan bertanggung jawab dengan cara mengundurkan diri. Namun, tentu berbeda dengan budaya di Indonesia yang mengutamakan budaya tak tahu malu.
“Yang dibutuhkan itu adalah keberanian seseorang pemimpin untuk mengakui kesalahannya sehingga untuk kemudian ke depannya tidak dilakukan lagi, menjadi pembelajaran yang berharga. Budaya kita kan tidak ada budaya malu, tidak ada budaya mengambil posisi untuk disalahkan,” ucap dia tegas.
Ia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi, baik Kepala Bapanas maupun pihak Bulog, bahkan pihak lain yang turut terlibat dalam kebijakan ini.
“Presiden ya seharusnya bisa melakukan evaluasi siapa yang paling bertanggung jawab atas kejadian ini. Tidak bisa juga hanya satu pihak yang salah, karena koordinasi itu harusnya dari dua pihak bahkan lebih dari itu,” tuturnya.
“Dan ini seharusnya sebenarnya koreksi tidak hanya pada dua lembaga, Bulog dan Bapanas, tapi pihak-pihak lain yang terkait seharusnya juga ikut bisa dievaluasi,” ujar dia menambahkan.
Demurrage Impor Capai Rp350 M
Sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog kabarnya sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar Bulog sekitar Rp350 miliar.
Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.
Informasi yang didapat menyebut, sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar berkat bantuan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat kunjungan kerja ke pelabuhan. Kini barang sudah berada di gudang Bulog.
Persoalannya, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut bisa berdampak pada harga eceran beras, demi menutupi kelebihan pengeluaran. Artinya pemerintah harus memberi subsidi lagi ke Bulog. Sampai Rabu (12/6/2024), masih ada sekitar 200 kontainer beras tertahan di Tanjung Priok. Sementara di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tercatat 1.000 kontainer.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi buang badan dan mengarahkan untuk menanyakannya ke Perum Bulog. “Silakan dikonfirmasi dengan Direksi Bulog biar pas karena kewenangannya ada di Bulog,” kata Arief saat dihubungi, Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Sementara Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui, ada aktivitas impor beras sebanyak 490 ribu ton sejak awal tahun hingga Mei, yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
“Dari awal tahun hingga Bulan Mei 2024 terdapat puluhan kapal yang sudah berhasil dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok dengan total kurang lebih sebanyak 490.000 ton beras,” kata Bayu dalam keterangan tertulis yang diterima media ini di Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Ia menyebut proses pembongkaran memang sempat tersendat pada periode Januari-Maret. Namun Bayu tidak menjelaskan berapa besaran biaya demurrage yang dikeluarkan selama proses tersebut. Ia hanya menjamin demurrage yang dikeluarkan tidak akan berdampak pada harga eceran tertinggi (HET).
Klaim ini dipatahkan oleh anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina. Ia menegaskan, sangat memungkinkan HET bakal terimbas akibat demurrage yang dikeluarkan saat mengimpor 490 ribu ton beras membengkak. Nevi mengingatkan, pentingnya untuk tetap menahan harga beras saat ini terlebih di momen hari raya Idul Adha 2024.
“Sangat mungkin berdampak ke harga, tapi kita harus menahan kenaikan harga beras, apalagi ini di saat Hari Raya Idul Adha. Jangan dibebankan ke masyarakat dengan naiknya harga beras. Pengawasan teknis di lapangan ditingkatkan,” kata Nevi di Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Kenaikan HET Beras
Peraturan Bapanas Nomor 5 tahun 2024 mengatur harga eceran tertinggi (HET) untuk beras medium dan premium, sesuai zonasi. Angkanya naik di kisaran Rp12.500/kg (medium) dan HET beras premium Rp14.900/kg untuk Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan.
Untuk wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung, HET beras medium Rp13.100/kg dan HET beras premium Rp15.400/kg.
Untuk wilayah Bali dan NTB, HET beras medium Rp12.500/kg dan HET beras premium Rp14.900/kg. Wilayah NTT, HET beras medium Rp13.100/kg dan HET beras premium Rp15.400/kg. Untuk Sulawesi, HET beras medium Rp12.500/kg dan HET beras premium Rp14.900/kg.
Selanjutnya, wilayah Kalimantan, HET beras medium Rp13.100/kg dan HET beras premium Rp15.400/kg. Wilayah Maluku, HET beras medium Rp13.500/kg dan HET beras premium Rp15.800/kg. Untuk Papua, HET beras medium Rp13.500/kg dan HET beras premium Rp15.800/kg.