Newslan.id Lahat.
Tingginya angka konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit, khususnya di Kikim Area Kabupaten Lahat diduga perusahaan tidak menjalankan kewajiban plasma.
Ketua LSM Plasma Nutfah Lestari (PLANTARI) mengungkapkan bahwa masyarakat berhak mendapatkan 20% dari “lahan yang diusahakan”, sesuai dengan aturan 2007, ujar Sanderson Syafe’i, ST. SH, Kamis (14/3).
Perusahaan dapat mengelola semua areal lahan yang telah memiliki izin pemerintah, kemudian menyisihkan 20% lahan untuk masyarakat sebagai plasma, bukan masyarakat disuruh untuk mencari lahan lain sebagai plasma, tambah Sanderson.
Padahal, masyarakat telah menyerahkan semua tanah mereka kepada perusahaan dan menaruh harap akan mendapatkan plasma. Saat mereka diberitahu bahwa mereka harus mencari tanah lagi, tak ada lahan yang tersisa, itu keliru dan memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH), tegas pengacara muda ini.
Sanderson memaparkan aturan Permentan No. 26 Tahun 2007, Pasal 11 Ayat 1 Perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budi daya (IUP-B), wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
Berikutnya Permentan No. 98 Tahun 2013, Pasal 15 Ayat 1 Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 hektar atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20 persen dari luas areal IUP-B atau IUP.
Ditegaskan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan jo. Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, Pasal 58 Perusahaan Perkebunan yang mendapat Perizinan Berusaha untuk Budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari luar Hak Guna Usaha atau kawasan hutan, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 20 persen dari luas lahan tersebut, jelas Sanderson.
Sanderson mendorong masyarakat segera melakukan class action atau gugatan kelompok kepada PT. Sawit Mas Sejahtera di Kikim atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tidak menjalankan Undang-undang untuk menyediakan 20% plasma yang merugikan masyarakat, pungkasnya.
Warga Kikim Tengah, yang minta namanya tidak dituliskan mengungkapkan bahwa saat ini penduduk lokal saja tidak banyak bekerja di PT. SMS, apalagi untuk plasma sepengetahuannya belum pernah mendengar Perusahaan memilikinya.
Terpisah Rudi warga Kikim Barat, menjelaskan mereka kerja serabutan atau upahan harian karena kebun kami sudah tidak ada, kami berharap kehadiran perusahaan perkebunan sawit ini memikirkan warga sekitar dan ada kepedulian, tuturnya.
( Deri P )