Oleh : Prihati Utami
“Terima kasih Pak Ganjar, kami sudah diuwongke…..”
“Dik, sampaikan terima kasih dong ke Pak Ganjar. Atau kalau bisa ketemu tak bilang sendiri wes, beneran, mbak mau menyampaikan beribu terima kasih ke Pak Ganjar,”
Terdengar suara sepupu saya saat kami ngobrol melalui telepon.
Ketika itu, dia menangis haru karena akhirnya batal jadi TKW. “Aku bahagia masih bisa deket sama anak-anak, beneran dik, sampaikan terima kasih ke Pak Ganjar, sudah nguwongke kami, tanpa harus demo-demo ternyata sudah memikirkan nasib kami,” katanya lagi.
Ya, dia adalah sepupu saya. Kebetulan sudah menjadi yatim sejak kecil. Ketika itu, ia menjadi guru honorer di sebuah SMA Negeri.
Semua orang tahu, berapa gaji guru honorer di masa itu. Dia bercerita, gajinya hanya Rp300 ribu saja setiap bulannya. Paling ada tambahan sedikit kalau lagi mujur.
Suatu ketika, dia bilang mau berhenti menjadi guru dan sedang mencari informasi untuk menjadi TKW ke Jepang. Bermodalkan ijazah Bahasa Jepang. Ia pun sudah pamit pada suaminya dan sudah diizinkan.
Sebuah rencana dan keputusan yang sulit, karena saat itu memang suaminya sedang kehilangan pekerjaan. Apalagi kondisi rumah yang sebenarnya tidak mungkin ditinggalkan, dengan beban tanggungan yang cukup lumayan. Saat itu, ia mengatakan pilihannya hanya satu, ia atau suaminya yang kerja di luar negeri.
Dalam kondisi itu, ia pun menjadi harapan keluarga satu-satunya untuk mencukupi kebutuhan dengan dua anak yang masih kecil. Uang 300 ribu mana cukup untuk hidup berempat, buat makan sendiri pun sepertinya masih kurang. Terlebih lagi dia juga masih punya adik yang butuh bantuan untuk menyelesaikan kuliah.
Saat itu, sepertinya memang kondisi terberat dalam hidupnya. Saya sebagai saudara sudah berusaha untuk membantu meski sedikit. Selain itu, sering saya carikan informasi pekerjaan ataupun usaha kecil-kecilan sebagai tambahan. Tapi, semua tak semudah yang dibayangkan dan diharapkan.
Penantian dan segala usaha itu akhirnya berbuah manis. Muncul kabar bahagia saat SMA/SMK negeri beralih kewenangan ke pemerintah provinsi, saat itu pula, Ganjar yang menjabat gubernur menetapkan aturan gaji guru honorer sama dengan UMK masing-masing daerah ditambah 10 persen dengan syarat jam mengajar 24 jam per pekan.
Kabar itu pun tentu membuat sepupu saya sujud syukur. Setidaknya, ia tak perlu jauh dari keluarga untuk mencukupi kebutuhannya. Terlebih lagi, sejak tahun kemarin ini, ia juga sudah lolos menjadi tenaga PPPK.
Gaji yang sudah cukup lumayan itu pun sedikit-sedikit bisa membantu suaminya menambah modal usaha jualan makanan kecil di rumah.
“Aku nggak butuh kaya dik, begini saja sudah cukup. Sampaikan terima kasih buat Pak Ganjar ya”
Itulah yang masih sering dia ucapkan.
Tentu, hal-hal semacam ini, membuat saya yakin Pak Ganjar bisa menjadi harapan peningkatan kesejahteraan bagi warganya.
Banyak orang-orang yang seperti sepupu saya, tak butuh kaya raya, hanya butuh bahagia. Dekat dengan keluarga, penghasilan yang sesuai, sekolah gratis, jaminan kesehatan memadai.
Melihat ini semua, tak ada kata lain selain…..
Terima kasih Pak @ganjarpranowo lanjutkanlah ke hal yang lebih besar manfaatnya untuk masyarakat…..(**)