BPOM: Beban Biaya Gagal Ginjal Akibat Obat Tradisional Capai Rp200 Miliar Per Tahun

Semarang – Newslan.id – Obat tradisional mengandung bahan kimia obat (BKO) berbahaya bagi kesehatan manusia. Hasil penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2016, memperkirakan beban biaya penyakit gagal ginjal Rp562juta hingga Rp200miliar per tahun.

“Itu diakibatkan konsumsi jamu mengandung BKO,” kata Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Reri Indriani saat Rapat Koordinasi Pengawasan dan Penindakan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat, Kamis (3/8).

Menurut Reri, bersama Integrated Criminal Justice System (IJCS), pihaknya juga melakukan upaya represif penindakan dan penegakan hukum terhadap kejahatan kemanusiaan itu, yakni produksi obat tradisional mengandung BKO atau tanpa izin edar (TIE) yang diproduksi di sarana ilegal.

Sebanyak 132 dari 180 perkara penindakan obat tradisional mengandung BKO dan atau ITE yang ditangani BPOM sejak 2020 hingga semester I tahun 2023 ini telah mendapat putusan pidana. Sementara 48 perkara lainnya masih proses penyidikan.

Pada periode itu juga BPOM telah melakukan operasi penindakan terhadap 2,5 juta pcs obat tradisional berbahaya dengan nilai keekonomian sekira Rp49,5 miliar. Peredaran di dalam negeri, termasuk pula penggagalan pengiriman ke Uzbekistan juga dilakukan BPOM di kargo Bandara Soekarno-Hatta pada bulan Juli 2023.

BPOM mencatat ada tren berulang dari temuan obat tradisional berbahaya ini. Di sisi masyarakat, juga ditemukan masih ada anggapan obat seperti itu memberikan efek instan alias cepat. Baca Juga Keluhkan Sakit Perut, Tahanan Narkoba Polresta Samarinda Meninggal Didiagnosis Gagal Ginjal Keluhkan Sakit Perut, Tahanan Narkoba Polresta Samarinda Meninggal Didiagnosis Gagal Ginjal

“Profilnya (untuk) stamina pria, pegel linu, pelangsing, batuk pilek. Ini lifestyle. Profil temuan memang ada fluktuasi. Pelanggaran atau temuan obat tradisional BKO itu masih eksis, produknya cenderung berulang. Awalnya legal, dicabut izin edarnya, sudah diblacklist di website Badan POM, tapi karena ada permintaan masih tinggi, kemudian masih ditemukan lagi (beredar),” kata Reri.(Khrisna)

Baca Juga :   Pemkot Payakumbuh Berduka, Siti Rochmiati Tutup Usia
Mau Pesan Bus ? Klik Disini