Semarang – Newslan.id – Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang menjelaskan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak di semua wilayah, melainkan bergantung perubahan objek pajak hingga perkembangan wilayah.
Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari mengatakan kenaikan PBB sebenarnya tidak lebih dari 20 persen dibandingkan tahun lalu, dan tidak di semua wilayah.
“Masyarakat tahun kemarin membayarnya pas ada diskon massal ya, tahun ini bayar tidak ada diskon, tentu beda. Mungkin dirasa naiknya terlalu tinggi, padahal sebetulnya tidak seperti itu,” kata Iin, sapaan akrabnya.
Iin menyebutkan ada beberapa faktor kenaikan PBB, yakni kelas bangunan yang ketika berubah, misalnya bangunan menjadi lebih besar atau ditingkat tentunya berpengaruh pada kenaikan nilai bangunan.
Perkembangan wilayah juga berpengaruh terhadap besaran PBB, kata Iin, sebab pembangunan infrastruktur memengaruhi kelas jalan dan nilai bangunan yang ada di kawasan itu.
Menurut Iin, jika jalan dan saluran dibenahi akan mengubah kelas jalan sehingga nilai jual objek pajak (NJOP) pun akan bertambah, sedangkan wilayah yang rawan banjir juga berbeda.
Wilayah yang memiliki potensi banjir, kata Iin, tentu tidak mengalami kenaikan NJOP, seperti di wilayah-wilayah yang tidak terkena banjir.
“Kami sempat berdiskusi dengan Tim Korsubgah (Pencegahan Korupsi Terintegrasi) KPK. Sarannya, malah mengikuti harga pasar. Tapi, kami masih belum. Kami maksimal 80 persen dari harga pasar,” jelas Iin.
Selain itu, Iin mengatakan Bapenda saat ini langsung terkoneksi dengan perizinan pembangunan sehingga setiap kali ada izin pembangunan baru akan langsung masuk notifikasi dan terdata secara otomatis.
Diakuinya, memang ada beberapa masyarakat yang mengeluhkan terkait kenaikan PBB, merasa keberatan dan meminta dikaji ulang meski jumlahnya tidak banyak.
“Kami tidak menutup kemungkinan kalau memang masyarakat merasa PBB tidak sesuai kondisi, ajukan ke kami, surat permohonan tinjau kembali. Silakan,” kata Iin.
Iin menambahkan Bapenda Kota Semarang juga mempersilakan masyarakat mengajukan keringanan, dan akan didasarkan sesuai peraturan yang berlaku, misalnya masyarakat masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).(Khrisna)