Jambi – Merangin – Newslan-id – Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan aturan mewajibkan keikutsertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai syarat berbagai urusan administrasi, mulai jual beli tanah, rumah, SIM, SKCK, hingga pendaftaran haji dan umroh. Selasa (22/02/2022)
Sebagian masyarakat mengaku keberatan dan meminta Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Nasional yang ditandatangani Presiden itu dibatalkan.
H. Sukarlan, SE selaku Penggiat Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia(LPKNI) mengatakan terbitnya aturan itu justru semakin menambah beban dan panjangnya rantai birokrasi yang harus dihadapi masyarakat disaat pandemi covid 19 ini.
“Aturan ini sangat jelas makin memperberat beban masyarakat. Apalagi ditengah situasi pandemi seperti ini, tidak semua masyarakat terutama golongan ekonomi kecil mampu membayar iuran BPJS Kesehatan,” katanya.
Ia juga mempertanyakan hubungan keikutsertaan BPJS dengan sejumlah kepentingan administrasi pribadi masyarakat, semisal soal urus SIM, jual beli tanah dan pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan lain lain.
“Hubungannya apa BPJS kesehatan sebagai syarat untuk buat SIM, transaksi jual beli tanah. Kemudian soal KUR, itu kan hak setiap warga negara untuk mendapatkannya yang telah diatur Undang Undang. Ini kan jadi aneh dan makin ruwet,” tambah pria berkumis ini.
Ia menilai terbitnya Inpres tersebut membuktikan bahwa negara terlalu memaksakan warganya menjadi peserta BPJS.
Pada lingkup nasional, Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa:
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan batin.
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Jaminan atas hak memperoleh derajat kesehatan yang optimal juga terdapat dalam pasal 4 UU
Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.
Kewajiban Pemerintah
Landasan utama bahwa perlindungan HAM merupakan kewajiban pemerintah adalah prinsip
demokrasi bahwa sesungguhnya pemerintah diberi amanah kekuasaan adalah untuk melindungi
hak-hak warga negara. Terlebih lagi dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state) sebagai
konsep negara modern telah memberikan kekuasaan lebih besar pada pemerintah untuk bertindak.
Kekuasaan ini semata-mata adalah untuk memajukan dan mencapai pemenuhan hak asasi manusia.
Pemerintah tidak lagi hanya menjaga agar seseorang tidak melanggar atau dilanggar haknya, namun
harus mengupayakan pemenuhan hak-hak tersebut. Demikian pula dengan hak atas kesehatan,
merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya.
Kewajiban Pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia memiliki
landasan yuridis internasional dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pasal
28 I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban pemerintah ini
juga ditegaskan dalam Pasal 8 UU HAM. Di bidang kesehatan, Pasal 7 UU Kesehatan menyatakan
bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat. Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
(red/tim)