Jateng – SEMARANG – Newslan.id – Tingginya angka putus sekolah di beberapa daerah di Jawa Tengah, harus menjadi perhatian serius pemerintah, baik di daerah maupun pemerintah provinsi. Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko mengatakan, Pemprov Jateng harus bisa mengawal kebijakan pendidikan, baik perencanaan penganggaan ataupun koordinasi dengan para pemangku kepentingan.
Setiap tahun, setidaknya ada 45.000 anak di Jawa Tengah yang tidak sekolah atau putus sekolah karena permasalahan biaya.
“Dan di Jawa Tengah anak usia 16-18 tahun yang seharusnya berada di bangku SMA sederajat, ternyata 67,9 persen tidak sekolah. Cukup tinggi angkanya,” kata Heri Pudyatmoko.
Dikatakan, kasus putus sekolah paling banyak dialami anak SMA sederajat. Salah satu faktor utama adalah masalah ekonomi masyarakat. Apalagi di Jawa Tengah, ada beberapa daerah yang masuk data sebagai wilayah dengan kemiskinan ekstrem.
“Banyak yang lebih memilih bekerja, merantau, atau pilihan lain seperti pernikahan dini. Sebab perekonomian orang tuanya merosot karena pandemi Covid-19,” terangnya.
Total ada 19 daerah yang masuk dalam prioritas kemiskinan ekstrem. Namun untuk tahun 2022 ini, tercatat ada lima daerah yang memiliki jumlah penduduk miskin ekstrem, sehingga harus segera ditangani dengan cepat dan tepat. Kelima daerah itu adalah Kabupaten Kebumen, Brebes, Banjarnegara, Pemalang, dan Banyumas.
Untuk itu, Pemprov Jateng harus menggandeng sejumlah pihak untuk gotong royong menyelesaikan persoalan kemiskinan ekstrem pada beberapa daerah di Jawa Tengah, guna mengantisipasi masalah tingginya angka putus sekolah.
“Pemprov memiliki tanggung jawab dan tugas untuk menurunkan kemiskinan ekstrem. Di anantaranya tentang persoalan rumah yang tidak layak huni, penyediaan jamban atau sanitasi yang memadai, pemenuhan air bersih, akses pendidikan, akses kesehatan, dan penerangan atau listrik yang cukup,” kata Heri Pudyatmoko. (khrisna)