Lahat Newslan.id. Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Penggiat Penegakan Keselamatan Ketenagalistrikan Konsumen (DPP LPPK3) Indonesia sebut Polresta Lubuk Linggau lamban dalam menangani kasus dugaan kelalaian penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) yang menyababkan tewasnya pekerja subkontraktor PLN di Lubuk Linggau.
Kapolres Lubuklinggau AKBP Harissandi, Sik. MH, mengatakan bahwa hal ini merupakan tanggung jawab penuh sub kontraktor listrik bukan PLN, karena semua sudah dilimpahkan didalam kontrak perjanjian antara PLN dan pihak ketiga, ungkapnya.
Selanjutnya, untuk lebih jelas bisa langsung menghubungi Kasat Reskrim Polresta Lubuk Linggau saja, agar lebih jelas sampai dimana proses hukumnya, tutupnya.
Terpisah Kasat Reskrim Polresta Lubuk Linggau, Robi Sugara, SH. MH saat didatangi Ketua DPP LPPK3 Indonesia ke ruangannya beberapa kali belum datang.
Sanderson Syafe’i, SH, Ketua Umum DPP LPPK3 Indonesia mengungkapkan bahwa Keseriusan dalam penegakan Keselamatan Ketenagalistrikan dengan Polresta Lubuk Linggau dengan mengawal kasus kecelakaan tewasnya pekerja perbaikan kabel PLN di Lubuklinggau, ujarnya usai bertemu langsung dengan Kapolres Lubuk Linggau di Kantonya, Kamis (29/12).
Kuat dugaan kasus kecelakaan di Lubuk Linggau diduga akibat tidak terpenuhinya Keselamatan Ketenagalistrikan, harus diurai benang merahnya dari Standar Operasional Prosedur (SOP) yang digunakan, nanti akan terlihat siapa yang bertanggung jawab karena pasti ada pemberi kerja dan penanggung jawab lapangan serta pemenuhan kompetisi dari para pihak untuk melakukan perbaikan tersebut, tambahnya.
Pemerintah menetapkan kegiatan usaha ketenagalistrikan sebagai usaha beresiko tinggi, dimana potensi kecelakaan kerja begitu besar.
Bukti ketegasan pemerintah dengan mengubah ancaman denda selain pidananya melalui Pasal 32 UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja berbunyi Ketentuan Pasal 50 UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dari sebelumnya hanya Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) bagi kontraktor listrik, jelas Sanderson.
Selanjutnya Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima rupiah) dari sebelumnya hanya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah) bagi pemegang Perizinan Berusaha
penyediaan tenaga listrik yaitu PT. PLN, urai Sanderson
Kita serius mengawal kasus ini karena belum terdengar penegakan sanksi Pasal 50 UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, setelah 13 tahun UU di berlakukan sampai diputuskan pengadilan, agar memberikan efek jera kepada pelaku usaha ketenagalistrikan yang masih ingin berlaku curang, pungkas Sanderson saat di temui Awak Media.
( Deri P )